Selasa, 26 Februari 2013

 

BAHAYA BID’AH, TAHAYUL DAN KHURAFAT



Sebagai pembuka mari kita pelajari firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa, 59)

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ (١١٦)

116. dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)[500]. (QS. Al An’aam, 116)

[500] Mereka berdusta terhadap Allah Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah Dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak, juga melakukan suatu ibadah dengan harapan pahala padahal Rasulullah tidak mengajarkannya

Abu Dzar Al Ghifari Berkata : “Tidak ada yang diabaikan oleh Nabi SAW, sampai burung yang mengepakkan sayapnya di langit, beliau telah mengajarkan kepada kami tentang ilmunya”.

Dalam hal ini Rasulullah telah menepati sifat tabligh, yaitu menyampaikan ilmu dari Allah. Salman Al Farisy Berkata (ketika ditanya apakah Nabi telah mengajarkan cara berhajat) : “Ya, beliau telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat dan melarang kami membersihkan hajat dengan kurang dari tiga batu atau dengan tangan kanan atau dengan kotoran kering atau dengan tulang”

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Islam melaui Rasulullah telah memberi petunjuk, membimbing dan mengatur umatnya dari hal yang besar (tauhid) sampai hal yang kecil (kebutuhan pribadi), sehingga merupakan ajaran yang lengkap. Dengan menambah (mengada-ada) ibadah berarti menganggap Islam atau ajaran Rasulullah kurang lengkap.

PENGERTIAN BID’AH

Menurut bahasa : sesuatu yang baru (diada-adakan). Menurut  istilah : sesuatu yang diada-adakan di dalam masalah agama yang menyelisihi apa yang ditempuh Nabi SAW dan para sahabatnya, baik berupa aqidah maupun amal. (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).

Macam-macam Bid’ah:


1.      Bid’ah Qouliyah I’tiqodiyah : bid’ah yang bersifat pemikiran dan akidah. Contoh : Pernyataan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari Nabi Muhammad SAW.
2.      Bid’ah fil’Ibaadah : 
a.      Bid’ah fie ushulil’ibadah (menyebut ibadah yang tidak ada dasar dalam syariat : sholat/puasa tertentu diluar syariat, perayaan-perayaan, dsb).
b.      Bid’ah fie ziaadatil’ibadah (menambahkan sesuatu pada ibadah yang telah disyariatkan : menambah rakaat sholat, dll).
c.       Bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan sehingga tidak sesuai dengan anjuran atau sunnah Nabi : dzikir bersama dengan suara keras/merdu; memperketat diri dalam suatu ibadah sampai keluar dari batas sunnah.
d.      Bid’ah dengan mengkhususkaan waktu tertentu dalam melaksanakan ibadah yang disyariatkan : puasa dan tahajjud nifsu sya’ban.

Prinsip dalam ibadah adalah : Semua ibadah itu dilarang, kecuali dalil yang memerintahkan (dari Allah dan Rasulullah). Prinsip dasar diluar ibadah adalah : segala sesuatu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang melarangnya.

Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Abu Dawud : “Suatu ketika para sahabat bersama Rasulullah, dan beliau memberi peringatan sampai hati kami bergetar dan meneteskan air mata. Kemudian kami berkata, Ya Rasulullah berikanlah kami petunjuk. Rasulullah menjawab : Hendaklah kalian itu bertaqwa kepada Allah, kamu mendengar dan kamu taat. Sesungguhnya seorang hapsi (Abasyiah) karena tidak taqwa pada Allah, mereka akan didatangi perselisihan / perbedaan yang besar. Wajib bagi kamu untuk melaksanakan sunnahku dan sunnah khulafaurrhasyidin yang telah diberi petunjuk. Dan pegangi itu seperti kamu menggigit dengan gigi geraham. Dan wajib kamu tinggalkan oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan. Karena tiap tiap bid’ah itu adalah sesat.” (Ibnu Majjah, juga Abu Dawud dalam lafal yang berbeda).
Hadist riwayat Muslim (1718), Rasulullah bersabda : Sebaik-baik perkataan adalah firman Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW, sejelek-jelek perkara adalah sesuatu yang diada-adakan (bid’ah), dan setiap bid’ah itu adalah sesat.

Bahaya Bid’ah (Aspek I’tiqody) :

  • Tasabuh/menyerupai dengan umat Yahudi dan Nasrani, sudah menjadi kebiasaan Yahudi dan Nasrani untuk menambah ajaran agama.
  • Melecehkan kesempurnaan agama Islam yang telah dibawa Nabi Muhammad SAW, karena menganggap ajaran Nabi masih kurang.
  • Penentangan terhadap firman Allah dan penyelisihan terhadap hadits-hadits Nabi SAW tentang bid’ah dan perintah untuk menjauhinya.
  • Menuduh Nabi SAW menutupi ajaran yang mesti harus disampaikan kepada umatnya.
  • Menempatkan diri sederajat dengan Rasul SAW sebagai pembawa risalah / penentu ajaran.
  • Menyesatkan diri dan orang lain, karena maksud yang baik dilakukan dengan cara yang salah (dlolalah)
Bahaya Bid’ah (Aspek Amaliah) :

·        Merusak amalan-amalan syar’i yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya
·        Tersingkirnya amalan sunnah yang disyariatkan oleh bid’ah yang melembaga
·        Cenderung kepada perbuatan syurik, ghuluw (berlebihan) yang merusak kemurnian Islam
·        Mengaburkan nilai-nilai ibadah dan ketentuan syariat
·        Amalan bertolak dan berdosa

Bahaya Bid’ah (Aspek Syi’ar Islam) :

Memudarnya citra Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara holistik, (hablun minallah dan hablun minannas)
Memecahbelah umat Islam, karena bid’ah tidak mungkin selalu sama dan meluasnya fitnah dalam agama/syirik 
 Hilangnya perhatian umat terhadap aspek-aspek pokok ajaran (ushul) dan lebih mengedepankan aspek-aspek cabang (furu’)
Perbandingan Bid’ah dengan Sanna Sunnatan Khasanah (Contoh jalan yang baik/Sunni) :


BID’AH

·        Mengadakan ibadah yang baru dalam Islam
·        Dimaksudkan sebagai bentuk ibadah dengan kaifiyat tertentu
·        Kreatifitas untuk menuju kebaikan di luar yang diajarkan Nabi

SANNA SUNNATAN KHASANAH

·        Memberi contoh amal yang baik dalam Islam   
          Dimaksudkan sebagai cara, sarana dalam melaksanakan perintah
·        Bertumpu pada prinsip ittiba’ Nabi dalam tujuan dan kaifiyat

Prinsip-prinsip Mutabbah’ah Nabi (mengikuti ajaran Nabi) :
1.      Sebab : alasan mengerjakannya, hanya diterima jika dilatarbelakangi oleh sesuatu yang disyariatkan, puasa jelang bangun rumah tidak sah
2.      Jenis : harus sesuai dengan ketentuan, kuda tidak sah untuk kurban
3.      Kadar/bilangan/takaran : sholat subuh 3 rakaat tidak sah
4.      Kaifiyah/cara : sesuai dengan ketentuan, wudhu tidak sah jika tidak tertib
5.      Waktu : sesuai dengan ketentuan, menyembelih kurban pada 1 dzulhijjah tidak sah
6.      Tempat : thowaf di monas tidak sah

PENGERTIAN KHURAFAT

Mempercayai suatu benda/tempat/hari/waktu/bacaan/tulisan dan yang sejenisnya mempunyai kekuatan dan pengaruh yang dapat memberikan manfaat dan atau madharat secara i’tiqody (keyakinan).

PENGERTIAN TAHAYUL

Mempercayai suatu kejadian/keadaan/firasat/ramalan tertentu akan menyebabkan terjadinya sesuatu yang belum diketahui.

BAHAYA KHURAFAT DAN TAHAYUL

·        Manusia tersandera oleh sesuatu yang tidak ada dasar dan ilmunya
·        Manusia berada dibawah ikatan/pengaruh sesama makhluk yang merendahkan kedudukannya
·        Membodohkan/menistakan dan cenderung menempuh jalan pintas
·        Menumbuhkan sikap pesimis, fatalistis, primitif, skeptis, ghuluw, egois, opportunis, takabur, dll.
·        Pintu syirik yang berbahaya dan berdosa

Jadi, bid’ah merusak agama dan keyakinan terhadap Allah dan Rasulullah. Sedangkan khurafat dan takhayul merendahkan manusia sebagai makhluk yang tertinggi dihadapan Allah. Sehingga adanya tauhid adalah untuk membebaskan manusia dari seluruh kenistaan tersebut, karena semua hanya untuk Allah SWT.

Selasa, 19 Februari 2013

HUKUM CINCIN, GELANG TANGAN DAN RANTAI LEHER BAGI LELAKI ISLAM




Oleh: Ustaz Mohamad Faizal bin Ahmat
mohdfaizal@pmm.edu.my

 
Memakai cincin merupakan salah satu sunnah Rasulullah s.a.w. Ini kerana Rasulullah s.a.w sendiri pernah  memakai cincin. Berdasarkan hadith daripada Anas bin Malek :

“ Adalah cincin Nabi SAW dipakai pada tangan ini ( Dan dia menunjukkan kepada kelingking jari kiri)"(Hadith Riwayat Muslim) Begitu juga, nasihat Nabi Muhammad saw. Kepada Saidina Ali sesudah bernikah  dengan Siti Fatimah iaitu anakanda kesayangan, Nabi Muhammad s.a.w. berpesan kepada Saidina Ali iaitu kalau memakai cincin pakailah di jari manis atau jari kelingking (anak jari). Di samping itu Ali bin Abi Talib berkata “ Rasulullah s.a.w telah melarang saya memakai cincin pada jari telunjuk atau jari yang mengiringinya( jari tengah atau jari hantu)”.
(Hadith riwatat Muslim, Abu Daud At-Tirmizi dan An-Nasai)

Bagi pemakaian gelang tangan pula, terdapat sebuah hadis yang menyebut gelang tangan ini.

Bahawa Rasulullah s.a.w telah melihat pergelangan tangan seorang lelaki yang memakai gelang yang diperbuat daripada tembaga, maka baginda bertanya kepada lelaki tersebut:”Apakah bendanya ini”? Lelaki itu berkata:”Ia adalah gelang perubatan”. Rasulullah bersabda: “ Sesungguhnya benda itu tadak memberi apa-apa (faedah walaupun untuk tujuan perubatan), buangkan benda itu daripada diri anda, jika sekirannya anda mati dan benda itu ada pada diri anda, maka anda tidak akan berjaya (selamat) untuk selama-lamanya (Sahih riwayat Imam Ahmad).

Berdasarkan hadis di atas, terdapat perbezaan pendapat ulama’ sama ada yang mengharuskan ataupun mengharamkan pemakaian gelang tangan ini. Mereka yang mengharamkan penggunaan gelang tangan adalah bersandarkan hadis zahir di atas secara jelas melarang lelaki memakai gelang tangan, walaupun untuk tujuan perubatan.

Pun begitu, terdapat ulamak yang mengharuskan menggunakan gelang tangan bagi lelaki dengan tujuan perubatan sahaja, tetapi dengan beberapa syarat yang ketat iaitu gelang tersebut telah dibuat kajian saintifik bahawa boleh merawat penyakit, gelang tersebut bukan dibuat daripada emas dan perak, pemakaian gelang tersebut bukan untuk tujuan menunjuk-nunjuk. al-Ustaz Muhammad Sa'di (Penyelidik laman Islam-online) ketika ditanya tentang hukum memakai gelang dari tembaga yang diperbuat bagi tujuan perubatan apakah dibenarkan atau ia termasuk di dalam syirik yang kecil, beliau menjawab: "Jika terbukti kemanfaatan gelang tersebut sebagai perubatan, maka perbuatan itu tidak mengapa, adapun jika tidak ada padanya sebarang manfaat, maka jangan dipakaikan kerana ketika itu ia termasuk dalam kumpulan memakai tangkal dan azimat."

Larangan memakai gelang yang dinamakan al-wahinah di dalam hadis di atas bukan merujuk kepada gelang semata-mata dan bukan juga merujuk kepada larangan berubat dengan gelang, sebaliknya ia merujuk kepada merubat dengan tangkal atau gelang yang hanya semata-mata tangkal. Oleh itu, pemakain gelang tangan bagi tujuan tangkal adalah jelas, iaitu haram. Tidak kira jenisnya, sama ada ada logam, tali bewarna hatta gelang getah sekalipun. Majlis fatwa kebangsaan telah memutuskan lilitan hitam di lengan bagi umat Islam adalah haram kerana ia merupakan suatu adat atau kepercayaan agama lain. (Muzakarah Jawatankuasa Fatwa kali Ke-19, 6 Oktober 1987 )

Hasil dari pemerhatian penulis, pemakaian gelang di kalangan pelajar  PMM atau masyarakat awam, gelang yang dipakai bukanlah jenis magnetik yang dibuat untuk tujuan perubatan tetapi jenis logam biasa yang boleh dibeli di mana-mana sahaja dengan harga yang murah. Jadi gelang ini bukanlah jenis yang diharuskan menurut Islam. Pemakain mereka hanya bertujuan  untuk menunjukkan penampilan yang dianggap “gagah” atau “macho”. Oleh itu jika hanya untuk menunjuk-nunjuk atau berhias (bagi lelaki) maka ia adalah amat ditegah dalam Islam.

Berkaitan dengan pemakaian rantai leher pula, bila ditanya “ kenapa pakai rantai leher?” ramai menjawab: “rantai ini bukan dari jenis emas atau perak”.  Persoalan di sini bukanlah jenis buatannya sama ada rantai emas, perak, besi ataupun tembaga. Menurut  Islam rantai leher merupakan salah satu alat perhiasan bagi wanita sahaja.  Haram meniru atau menyerupai wanita sama ada dari segi alat perhiasan ataupun pakaian. Amat beratlah kesalahannya jika tujuan pemakaian rantai leher itu bertujuan untuk meniru agama, anutan, ajaran agama lain, maka hukumnya haram, bersandarkan sebuah hadis:

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum itu, maka dia akan tergolong di dalam kaum berkenaan.” (Riwayat Abu Daud).

Apa yang perlu di sini ialah ilmu pengetahuan. Dengan erti kata segala perbuatan dan amalan yang kita lakukan hendaklah berdasarkan ilmu yang sohih, bukan ikut-ikutan sahaja. Punca utama berlakunya terikut-ikut dengan budaya songsang seperti bertindik, rambut punk, bertatu, memakai rantai adalah kerana kejahilan dan kedangkalan untuk tidak mendalami ilmu agama. Ironinya keseronokan  mengikut budaya asing atau songsang ini akan merosakkan diri malah yang lebih parah lagi, boleh merosakkan akidah kita. Akhirnya, panduan ilmu yang benar akan mendorong segala perlakuan kita bertepatan dengan ajaran Islam seterusnya mendapat kerahmatan dari Allah taala. Wallahu a’lam.

Isnin, 11 Februari 2013





AKHLAH BERTAMU DAN MENERIMA TAMU


A. Akhlak Bertamu

1.    Pengertian 

Bertamu dalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Maksud orang lain disini bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya.

Tujuan utama bertamu menurut islam adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim. Silaturrahim tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain.

Mempererat tali sillaturahim baik dengan tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin.

Silahturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan baru tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki, dan sebagainya.

Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1)

2.   Etika Bertamu
  • Meminta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Dalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan, sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik rumah.

“jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nur : 28).
Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Firman Allah,

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS. Al Isra : 7)
  • Memberi isyarat dan salam ketika datang
Firman Allah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Sabda Nabi,

اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
 “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)

Sebagaimana juga terdapat dalam hadits dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,
“Aku mendatangi Rasulullah lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
  • Jangan mengintip ke dalam rumah
Mengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya,

 “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
  • Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
  • Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
  • Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.
  • Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah

Rasulullah bersabda, “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
  • Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
  • Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
  • Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
  • Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.

3.   Membiasakan Akhlak Bertamu

Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.

Tujuan bertamu sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.

Bertamu merupakan kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi.

Al Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertemu dapat nejaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu haru berusaha menahan segala keinginan dan kehendaknya baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya. Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah uai, maka seorang yang bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang beik dan menyenagkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.

4.   Hikmah
  1. Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
  2. Dengan bertamu seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
    Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan terhadap seamanya.
  3. Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.
B.  Akhlak Menerima Tamu

1.    Pengertian

Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan; kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung. Secara istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan menurut adapt ataupun agama dengan meksud yang menyenagkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan rida dari Allah.

Menerima kehadiran tamu yang datang kepada kita hendaknya dapat menunjukkan kesan yang baik kepada tamu kita, seperti pesan Rasulullah,
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklan memuliakan tamunnya ( H.R Bukhari dan Muslim ).

Dengan demikian Islam memberikan aturan agar setiap muslim memuliakan setiap tamu yang datang, kerena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari akhir.

2.   Etika menerima tamu
  • Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda, “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
  • Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
  • Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya. Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
  • Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah,

اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
 “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)
  • Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
  • Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman,

“… Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”. (QS. An Nisa : 34)
Rasulullah SAW bersabda;

اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)
 “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar).

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

3.   Membiasakan berakhlak menerima tamu

Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertau telah dijamun hak-haknya dalam islam.karena itu menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan statu social ataupun maksud dan tujuan bertamu.

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka menis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk ditempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selau dijaga kerapian dan kelestariannya.

Kalau tamu dating dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya mekimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunyaatau tidak. Menurut Rasulullah saw menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.

Menerima tamu merupakan bagian dari aspek soial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang dating dengan penyambutan dengan suka cita.

Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harua menghadirkan pikiran yang positif (husnudon)terhadap tammu, jangan sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negative dari tuan rumah (su’udzon).

Apabila suatu saat tuan rumah meraakan berat untuk menerima kehadirab tamunya, maka tuan rumah haru tetap menunjukkan sikap yang arif dan bijak, jngan sampai menyinggung perasaan tamu. Seyogyanya setiap muslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap tamunya, mulai dari keramahan diri dalam menyambut tamu, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadai, serta memberikan jamuan makan ataupun minuman yang memenui tamu.

4.   Hikmah
  1. Setiap muslim telah diikat oleh suetu tata aturan supaya hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesame manusia.
  2. Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah.
  3. Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.