Sabtu, 21 Mei 2011

KRITERIA MEMILIH PASANGAN HIDUP DALAM ISLAM



KELUARGA



Kriteris memilih Calon Isteri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon isteri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon isteri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : " … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.

Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.

Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

Ahad, 8 Mei 2011

KONSEP PERTUNANGAN DALAM ISLAM

MUNAKAHAT

“MEMINANG adalah permintaan lelaki terhadap perempuan untuk dijadikan isteri. Sebelum urusan peminangan dilakukan ada beberapa syarat yang perlu dipatuhi supaya tidak menyalahi apa yang ditetapkan Islam dan memudahkan tercapai tujuannya.”

Firman Allah di dalam surah Al-Furqan:

وَالَّذينَ يَقولونَ رَبَّنا هَب لَنا مِن أَزوٰجِنا وَذُرِّيّٰتِنا قُرَّةَ أَعيُنٍ وَاجعَلنا لِلمُتَّقينَ إِمامًا

(74) Dan juga mereka (yang diredhai Allah itu ialah orang-orang) yang berdoa dengan berkata: "Wahai Tuhan kami, berilah kami beroleh dari isteri-isteri dan zuriat keturunan kami: perkara-perkara yang menyukakan hati melihatnya, dan jadikanlah kami imam ikutan bagi orang-orang yang (mahu) bertaqwa.

أُولٰئِكَ يُجزَونَ الغُرفَةَ بِما صَبَروا وَيُلَقَّونَ فيها تَحِيَّةً وَسَلٰمًا

(75) Mereka itu semuanya akan dibalas dengan mendapat tempat yang tinggi di Syurga disebabkan kesabaran mereka, dan mereka pula akan menerima penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,

خٰلِدينَ فيها ۚ حَسُنَت مُستَقَرًّا وَمُقامًا

(76) Mereka kekal di dalam Syurga itu; amatlah eloknya Syurga menjadi tempat penetapan dan tempat tinggal.

Syarat Pertama: Perempuan hendak dipinang bukan menjadi isteri kepada lelaki lain.

Lelaki yang menjalin hubungan dengan isteri orang sering menyatakan kesediaan untuk mengambil ‘kekasihnya’ sebagai isteri jika diceraikan oleh suaminya. Kenyataan itu juga bermaksud ‘meminang’.

Peminangan itu akan mendorong perempuan meminta cerai daripada suaminya sebagai jalan untuknya berkahwin dengan kekasihnya. Sesungguhnya perceraian amat ditegah oleh Islam.

Adalah menjadi satu kesalahan besar mana-mana isteri meminta cerai daripada suami tanpa apa-apa kesalahan dilakukan oleh suami. Sabda Rasulullah bermaksud: “Mana-mana perempuan yang meminta suaminya menjatuhkan talak tanpa apa-apa kesalahan, maka haramlah ke atasnya bau syurga.”

Perempuan yang masih bergelar isteri, haram dipinang oleh mana-mana lelaki lain kerana dia menjadi hak mutlak suaminya. Seorang isteri hanya putus hubungan dengan suami selepas dia diceraikan atau bercerai mati dan tamat edahnya.

Islam amat mementingkan hubungan suami isteri yang baik sepanjang masa. Jadi, isteri ditegah sama sekali menaruh minat kepada lelaki lain. Lelaki pula diharamkan menaruh minat kepada mana-mana perempuan yang masih bergelar isteri bagi mengelakkan perkara buruk.

Syarat Kedua: Perempuan yang hendak dipinang bukan tunangan lelaki lain.

Larangan lelaki meminang perempuan menjadi tunangan lelaki lain dinyatakan melalui sabda Rasulullah bermaksud: “Seorang Mukmin adalah saudara bagi Mukmin yang lain. Oleh itu tidak halal dia membeli pembelian saudaranya, dan tidak halal pula dia meminang pinangan saudaranya itu.” (Hadis riwayat Muslim).

Sesungguhnya seperti mana perempuan yang berkahwin, perempuan yang menjadi tunangan orang juga pasti tidak akan dilakukan peminangan oleh keluarga secara rasmi. Apa yang sering berlaku ialah masih ada lelaki menaruh minat terhadap perempuan yang sudah bertunang.

Alasan bahawa ikatan pertunangan boleh diputuskan bila-bila masa saja sering dijadikan alasan oleh lelaki yang ingin merampas tunangan orang. Bahkan, perempuan yang bertunang juga mudah terpikat kepada lelaki lain kerana ikatan pertunangan sekadar satu janji dan bukannya rugi apa-apa jika diputuskan.

Tambahan pula, ada ikatan pertunangan yang sebenarnya tidak disukai oleh perempuan berkenaan. Pertunangan itu sebenarnya di atas kehendak keluarga.

Jadi, jika ada lelaki lain ingin memikatnya atau kekasih pilihan, maka memberi semangat untuk memutuskan pertunangan.

Perbuatan meminang atau menjalin hubungan dengan perempuan yang telah bertunang samalah seperti merampas hak orang lain. Sifat sedemikian boleh menyebabkan perbalahan di antara lelaki yang saling ingin memiliki perempuan yang sama.

Islam amat mementingkan hubungan persaudaraan. Maka sesiapa yang memutuskan persaudaraan amat dicela sifatnya. Sesungguhnya ditegaskan tidak beriman seseorang itu sehingga dia kasih saudaranya sebagaimana dia mengasihi diri sendiri.

Bagaimanapun, perempuan yang sudah bertunang boleh dipinang setelah ikatan pertunangan dibatalkan oleh pihak lelaki. Perkara itu mungkin juga berlaku di atas permintaan pihak perempuan dan dipersetujui oleh pihak lelaki.

Perempuan telah bertunang juga boleh dipinang jika diizinkan oleh tunangnya. Keadaan ini di mana tunangnya bersedia memutuskan pertunangan jika ada lelaki lain ingin meminang tunangnya. Hakikatnya, pertunangan itu belum diputuskan sehingga ada lelaki lain meminang perempuan itu.

Perkara itu ditegaskan oleh Rasulullah melalui sabda Baginda bermaksud: “Seorang lelaki tidak boleh meminang pinangan lelaki lain, sehingga lelaki pertama yang meminangnya membatalkannya, atau mengizinkannya.” (Hadis riwayat Bukhari).

Syarat Ketiga: Perempuan yang hendak dipinang tidak dalam idah.

Idah ialah masa selepas diceraikan sehingga genap tempohnya yang membolehkan perempuan berkahwin semula. Masa edah ialah tiga kali haid atau 100 hari bagi wanita yang diceraikan atau kematian suaminya.

Dalam masa idah perempuan tidak boleh berkahwin. Wanita yang diceraikan oleh suaminya dengan talak raji (talak satu dan dua), boleh dirujuk kembali oleh suaminya pada bila-bila masa yang dikehendakinya, selagi tempoh idahnya belum tamat. Talak raji ialah talak yang boleh dirujuk semula.

Perkara ini ada dinyatakan dalam firman Allah yang bermaksud: “Dan (bekas) suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka (rujuk), (dalam masa edah raji), jika mereka menghendaki perdamaian.” (Surah al-Baqarah, ayat 228).

Isteri ditalak dengan talak bain (talak tiga), juga perlu melalui tempoh edah. Edah bagi memastikan dia benar-benar tidak mengandungkan zuriat (dapat pastikan dengan setelah tiga kali suci haid) bekas suaminya. Jika dia mengandung, edahnya dilanjutkan sehingga melahirkan kandungan.

Janda diceraikan dengan talak bain tidak boleh dirujuk atau berkahwin semula dengan bekas suaminya. Bagaimanapun, peluang untuk kedua-duanya berkahwin semula hanya ada setelah wanita itu berkahwin dengan lelaki lain, dan di antara kedua-duanya telah bercampur kemudian diceraikan pula oleh suami kedua.

Perlu ditegaskan, perkahwinan dengan suami baru itu perlu dilakukan dengan niat perkahwinan sebenarnya. Maksudnya perkahwinan yang ingin berkekalan sepanjang hayat. Perceraian (kemudian jika berlaku) tidak terlintas di dalam hati kedua-duanya.

Amalan ‘cinta buta’ seperti dilakukan dalam masyarakat sebenarnya tidak wujud dalam hukum agama. Cina buta jika dirancang dan diniatkan, maka perkahwinan itu tidak sah. Lelaki yang dipertanggungjawabkan sebagai cina buta telah ditetapkan supaya menceraikan isteri dalam tempoh tertentu selepas berkahwin.

Perbuatan itu sama dengan kahwin kontrak atau kahwin mutaah. Kahwin mutaah diharamkan atau tidak sah. Justeru, syarat ‘kahwin’ bagi membolehkan isteri dicerai bain berkahwin semula dengan suami asal tidak sah.

Bagaimanapun, perkahwinan itu sah jika lelaki yang dijadikan ‘cina buta’ itu tidak mengetahui perkara sebenar. Dia berkahwin dengan niat baik, tetapi dipaksa menceraikan isterinya atau isteri memohon cerai bagi membolehkan berkahwin dengan bekas suami. Namun, terimalah balasan dosa mereka yang sengaja melakukan perbuatan itu.

Janda ditalak dengan talak bain dan balu kematian suami boleh dipinang dengan cara sindiran ketika masih dalam edah. Maksud sindiran ialah ia tidak dinyatakan secara terus terang. Perbuatan itu sekadar memberi ‘isyarat’ keinginan hati yang mana difahami oleh perempuan itu.

Syarat Keempat: Perempuan yang hendak dipinang mestilah sah nikah dengannya atau bukan muhrimnya. Haram bagi seorang lelaki meminang wanita muhrimnya, kerana di antara kedua-duanya diharamkan nikah.

Perempuan yang diharamkan dikahwini ada dijelaskan dalam firman-Nya bermaksud: “Diharamkan ke atasmu menikahi ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan bapamu (ibu saudara sebelah bapa), saudara-saudara perempuan ibumu (ibu saudara sebelah ibu), anak-anak perempuan daripada saudara lelakimu, anak-anak perempuan daripada saudara perempuanmu, ibu-ibu yang menyusukanmu, saudara-saudara perempuan sepersusuan, ibu mentuamu dan anak-anak tirimu yang ibunya sudah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampuri ibunya, kamu boleh mengkahwininya.” (Surah al-Nisa, ayat 32).

Ikatan pertunangan bermakna persetujuan perempuan dan lelaki berkahwin pada suatu masa ditetapkan. Namun, ikatan pertunangan bukanlah sebagai kebenaran membolehkan lelaki dan perempuan bergaul bebas.

Lelaki dan perempuan yang bertunang masih terikat dengan hukum halal dan haram seperti mana hubungan bukan muhrim.

Ibu bapa perlu mengawal anak perempuan yang bertunang supaya tidak bergaul bebas dengan tunangnya. Alasan bahawa mereka akan berkahwin selepas itu bukanlah bermakna semuanya boleh dilakukan sepertimana pasangan yang telah berkahwin. Bahkan ada ibu baya yang menggalakkan anak yang bertunang agar sering keluar bersama-sama dengan alasan mencari keserasian dan menyuburkan perasaan cinta.

Ikatan pertunangan sekadar satu perjanjian antara lelaki dan perempuan yang setuju menjadi suami isteri pada masa akan datang. Ibu bapa yang menggalak atau membiarkan anak mereka bebas bergaul dengan tunang akan menanggung perbuatan dosa yang dilakukan oleh anaknya.

Jika dirasakan ikatan pertunangan itu menyebabkan hubungan bebas, maka ibu bapa perlu memikirkan supaya perkahwinan disegerakan. Tindakan itu dapat mengelakkan daripada berlaku keterlanjuran.

Tambahan pula, dalam tempoh pertunangan yang lama, sering menyebabkan perkara yang merenggangkan hubungan pertunangan. Banyak cabaran dan kerenah yang terpaksa dihadapi oleh pasangan bertunang.

Sering kali ada pihak yang mengambil kesempatan menyebarkan fitnah dan usaha memutuskan pertunangan itu. Perbuatan itu dilakukan oleh mereka yang iri hati melihat pasangan yang bakal berkahwin dan menikmati kebahagiaan hidup berkeluarga kemudiannya.

Maka, untuk menjamin pertunangan berakhir dengan kebahagiaan, wajarlah perkahwinan disegerakan. Lebih awal berkahwin, lebih cepat menikmati apa yang diharapkan melalui perkahwinan.

Kebahagiaan hidup berkeluarga adalah sebahagian daripada nikmat yang Allah janjikan dalam hubungan lelaki dan perempuan.

Berkahwin awal antara lain berpeluang mendapat zuriat lebih awal. Zuriat adalah anugerah Allah yang menyerikan suasana hidup suami isteri. Justeru pasangan berkahwin perlu menyimpan hasrat ingin mendapat zuriat yang ramai. Zuriat yang ramai menyediakan rezeki yang lebih luas dan kehidupan yang lebih bahagia.

Pasangan yang melahirkan zuriat ramai sebenarnya menyempurnakan hasrat Rasulullah yang inginkan umat yang ramai pada akhirat nanti. Sabda Rasulullah bermaksud: “Berkahwinlah kamu dan mempunyai anak melaluinya, sesungguhnya aku berbangga dengan umatku yang ramai di akhirat nanti.”