ILMU FEQAH
Penulis: assalafy.org
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
« من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر »
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan (puasa) enam pada bulan Syawwal, maka jadilah seperti puasa setahun.”
(HR. Muslim 782, dari shahabat Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu)
Dengan berlalunya Ramadhan, tidak berarti berlalu pula amal ibadah. Justru, di antara tanda seorang berhasil meraih kesuksesan selama bulan Ramadhan adalah tampaknya pengaruh yang terus ia bawa pasca Ramadhan.
Di antara syari’at yang Allah tuntunkan melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam pasca bulan Ramadhan adalah puasa selama 6 hari pada bulan Syawwal. Puasa ini sebagai kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan. Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh, kemudian dilanjutkan berpuasa 6 hari dalam bulan Syawwal, maka dia mendapat pahala puasa selama setahun.
Mari kita ikuti berbagai rincian dan pernik hukum terkait puasa 6 hari bulan Syawwal ini bersama dua ‘ulama international terkemuka abad ini, Al-‘Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah dan Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam jawaban dan fatwa yang beliau berdua sampaikan menjawab pertanyaan yang diajukan kepada beliau berdua :
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah :
Bulan Syawwal semuanya merupakan waktu yang diizinkan untuk berpuasa 6 hari padanya [1]:
Pertanyaan : Bolehkah bagi seseorang memilih hari-hari tertentu pada bulan Syawwal untuk ia melaksanakan puasa 6 hari. Ataukah puasa tersebut memiliki watu-waktu khusus?dan apakah jika menjalankan puasa tersebut menjadi wajib atasnya?
Jawab : Telah pasti riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka menjadi seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari kitab Ash-Shahih.
6 hari tersebut ditentukan selama satu bulan (Syawwal). Boleh bagi seorang mukmin untuk memilih dari bagian bulan Syawwal tersebut. Jika mau ia boleh berpuasa pada awal bulan, atau pertengahan bulan, atau pada akhirnya. Kalau mau ia boleh berpuasa secara terpisah-pisah, kalau mau boleh ia berpuasa berturut-turut. Jadi sifatnya longgar/bebas, bihamdillah. Kalau ia bersegera melaksanakannya secara berturut-turut pada awal bulan (Syawwal), maka yang demikian afdhal (lebih utama). Sebab yang demikian termasuk bersegera kepada kebaikan. Dan dengan itu bukan menjadi kewajiban atasnya. Boleh baginya tidak mengerjakannya pada tahun kapanpun. Namun senantiasa melaksanakan puasa Syawwal (setiap tahunnya) adalah afdhal (lebih utama) dan akmal (lebih sempurna). Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amal yang paling Allah cintai adalah amalan yang pelakunya kontinyu/terus-menerus dalam melaksanakannya meskipun sedikit.” Wallahul Muwaffiq
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XV/390-391)
Tidak Dipersyaratkan Berturut-turut dalam Melaksakan Puasa 6 Hari Syawwal
Pertanyaan : Apakah dalam melaksanakan puasa 6 hari pada bulan Syawwal harus dikerjakan secara berturut-turut? Ataukah boleh berpuasa secara terpisah-pisah selama bulan Syawwal?
Jawab : Puasa 6 hari Syawwal merupakan sunnah yang pasti dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Boleh mengerjakannya secara berturut-turut, dan boleh juga terpisah-pisah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan puasa 6 hari secara mutlak, tidak menentukan secara beturut-turut ataupun secara terpisah, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Wallahul Muwaffiq (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XV/391)
Yang Disyari’atkan adalah Mendahulukan Qadha’ (hutang Puasa Ramadhan) sebelum puasa 6 hari Syawwal
Pertanyaan : Apakah boleh berpuasa 6 hari Syawwal sebelum melaksanakan kewajiban mengqadha’ (membayar hutang) puasa Ramadhan?
Jawab : Para ‘ulama berbeda pendapat dalam masalah tersebut. Pendapat yang benar adalah bahwa yang disyari’at mendahulukan qadha’ sebelum puasa 6 hari Syawwal dan puasa-puasa sunnah lainnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Barangsiapa yang mendahulukan puasa 6 hari Syawwal sebelum mengqadha` maka dia belum memenuhi syarat mengikutkan puasa 6 hari Syawwal dengan puasa Ramadhan, tapi baru mengikutkannya dengan sebagian puasa Ramadhan.
Dan juga karena puasa qadha` adalah fardhu, sedangkan puasa 6 hari Syawwal adalah tathawwu’ (sunnah/tidak wajib). Yang fardhu lebih berhak untuk dipentingkan dan diperhatikan. Wabillahit Taufiq.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XV/392)
Hukum Mengqadha` Puasa 6 hari Syawwal setelah bulan Syawwal berlalu
Pertanyaan : Seorang wanita biasa berpuasa 6 hari Syawwal setiap tahun. Pada suatu tahun dia mengalami nifas karena melahirkan pada awal bulan Ramadhan, dan tidaklah ia suci/selesai dari nifasnya kecuali setelah keluar dari bulan Ramadhan. Kemudian setelah ia suci tersebut, ia melaksanakan Qadha’ puasa Ramadhan. Apakah harus baginya untuk mengqadha’ puasa 6 hari syawwal sebagaimana ia mengqadha’ Ramadhan, meskipun itu sudah di luar bulan Syawwal? Ataukah tidak ada wajib atasnya kecuali qadha` Ramadhan? Dan apakah puasa 6 hari Syawwal tersebut harus dilakukan terus menerus (setiap tahun) ataukah tidak?
Jawab : Puasa 6 hari Syawwal adalah sunnah, bukan fardhu. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak mengapa melakukan puasa 6 hari tersebut secara berturut-turut atau boleh juga secara terpisah-pisah, karena kemutlakan redaksinya.
Dan menyegerakan pelaksanaannya afdhal (lebih utama), berdasarkan firman Allah :
dan aku bersegera kepada-Mu. Wahai Rabb-ku, agar Engkau ridha (kepadaku)”. (Tha-ha : 84)
juga berdasarkan ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits nabawiyyah yang menunjukkan keutamaan berlomba dan bersegera kepada kebaikan.
Dan tidak wajib terus-menerus dalam melaksanakan puasa 6 hari tersebut, namun jika dilaksanakan terus menerus itu lebih utama. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amal yang paling Allah cintai adalah amalan yang dilakukan secara terus menerus oleh pelakunya meskipun sedikit.” Muttafaqun ‘alaihi.
Tidak disyari’atkan mengqadha` puasa 6 hari tersebut jika telah berlalu/lewat bulan Syawwal, karena itu adalah ibadah sunnah yang telah berlalu waktunya. Baik ia meninggalkannya karena udzur atau pun tidak karena udzur (sama-sama tidak ada qadha`).
Wallahu waliyyut Taufiq
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi`ah XV/388-389
* * *
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan : Apakah ada keutamaan shaum 6 hari Syawwal? Apakah melaksanakannya secara terpisah atau harus berturut-turut?
Jawab : Ya, ada keutamaan puasa 6 hari Syawwal. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Yakni seperti puasa setahun penuh.
Namun yang perlu diperhatikan bahwa keutamaan tersebut tidak akan terwujud kecuali apabila seseorang telah selesai dari melaksanakan puasa Ramadhan seluruhnya. Oleh karena itu, apabila seseorang berkewajiban mengqadha` Ramadhan, maka dia harus melaksanakan puasa qadha’ tersebut lebih dahulu, baru kemudian dia berpuasa 6 hari Syawwal. Kalau dia berpuasa 6 hari Syawwal namun belum mengqadha’ hutang Ramadhan, maka dia tidak memperoleh keutamaan tersebut, baik kita berpendapat dengan pendapat yang menyatakan sahnya puasa sunnah sebelum melakukan qadha` atau kita tidak perpendapat demikian. [2] Yang demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan … “
Adapun orang yang masih punya kewajiban mengqadha’ (membayar hutang puasa) Ramadhan, maka dia dikatakan ‘berpuasa sebagian Ramadhan‘, tidak dikatakan “berpuasa Ramadhan“
Dan boleh melaksanakannya secara terpisah-pisah atau pun secara berturut. Namun berturut-turut lebih utama, karena padanya terdapat sikap bersegera menuju kepada kebaikan, dan tidak terjatuh pada sikap menunda-nunda, yang terkadang menyebabkan tidak melakukan puasa sama sekali.
Pertanyaan : Apakah bisa diperoleh pahala puasa 6 hari Syawwal bagi barangsiapa yang masih memiliki tanggungan qadha’ Ramadhan, namun ia mengerjakan puasa tersebut sebelum melakukan puasa qadha`?
Jawab : Puasa 6 hari Syawwal tidak akan diperoleh pahala/keutamaanya kecuali jika seseorang telah menyempurnakan puasa bulan Ramadhan. Barangsiapa yang masih memiliki kewajiban mengqadha’ Ramadhan, maka dia jangan berpuasa 6 hari Syawwal kecuali melaksakan puasa qadha’ Ramadhan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan … “
Atas dasar itu, kita katakan kepada orang yang masih punya kewajiban qadha’, “Laksanakan puasa qadha’ terlebih dahullu, kemudian baru lakukan puasa 6 hari Syawwal.”
Bila telah selesai bulan Syawwal sebelum ia sempat berpuasa 6 hari, maka ia tidak bisa memperoleh keutamaan tersebut, kecuali apabila karena udzur.
Bila pelaksanaan puasa 6 hari Syawwal ini bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, maka dia dia bisa memperoleh dua pahala sekaligus dengan niat mendapatkan pahala puasa 6 hari Syawwal dan pahala puasa Senin - Kamis. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Amal-amal itu harus dengan niat. Dan bagi masing-masing orang akan mendapat apa yang ia niatkan.”.
Pertanyaan : Apakah boleh seseorang memilih melakukan puasa 6 hari Syawwal, ataukah 6 hari tersebut ada waktu tertentu? Dan apakah jika seorang muslim melaksakana puasa 6 hari tersebut kemudian menjadi kewajiban atasnya dan wajib melaksanakannya setiap tahun?
Jawab : telah sah riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya.
6 hari tersebut bukanlah hari-hari tertentu/terbatas dari bulan Syawwal. Namun boleh bagi seorang mukmin untuk memilihnya. Jika mau dia boleh berpuasa pada awal bulan, jika mau boleh berpuasa pada pertengahan bulan, dan jika mau boleh berpuasa pada akhir bulan, jika mau boleh mengerjakannhya secara terpisah-pisah. Sifatnya longgar, bihamdillah.
Jika dia bersegera mengerjakannya secara berturut-turut pada awal bulan, maka yang dimikian afdhal (lebih utama) karena termasuk bersegera pada kebaikan. Namun tidak ada kesempitan dalam hal ini, bihamdillah, bahkan sifatnya longgar. Jika mau berturut-turut, jika mau maka boleh terpisah-pisah. Kemudian jika dia mengerjakannya pada sebagian tahun, dan tidak mengerjakannya pada sebagian tahun lainnya, maka tidak mengapa. Karena itu ibadah tathawwu’ (sunnah), bukan ibadah fadhu.
(Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin XX/5-8)
[1] Yakni selain tanggal 1 Syawwal (pentj)
[2] Yakni ada satu permasalahan yang diperselisihkan di kalangan ‘ulama, apakah boleh/sah berpuasa sunnah sebelum mengqadha’Ramadhan. Namun permasalahan puasa 6 hari Syawwal sebelum mengqadha’ Ramadhan ini adalah permasalahan lain di luar permasalahan pertama. Karena masalah puasa 6 hari Syawwal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersyarakat harus berpuasa Ramadhan secara penuh terlebih dahulu. (pentj) http://www.assalafy.org/mahad/?p=366
Tiada ulasan:
Catat Ulasan